Ceritaku

Menurutku semua sama saja. Di saat Indonesia menggalami krisis air ternyata itu berdampak hebat terhadap kesopanan mereka, Kini terlihat jelas bagiku untuk membandingkan mana yang biasa dan mana yang luarbiasa.

Aku tidak terlalu menyukai gagasan tentang kepemilikan yang dicatat oleh hukum dalam selembaran kertas usang lalu disimpan rapat didalam berangkas dengan kunci rumit berdigit lebih dari 5. Rasanya itu semua hanya omong kosong jika di dunia ini tersisa jiwa-jiwa krisis kesopanan.

Bahkan emberpun rupanya menarik untuk dijadikan bahan krisis kesopanan. Lihat saja, perempuan berwajah jauh lebih dipenuhi keriput itu ia merebut ember ku lalu tanpa izin mengisinya dengan air mandi. Siapa yang tidak marah kalau kejadian seperti itu menimpa dirinya? disaat krisis air menyerang seisi dunia, kau menunggu hujan turun selama tiga hari disaat hujan itu datang kau bahkan tak punya giliran untuk menggisi ember-embermu dengan air, lalu saat air menggalir didalam bak mandi kamar mandi umum- kau malah tak kebagian? lalu seseorang dengan seenaknya menggambil embermu dan mengisinya untuk air mandi padahal ember itu adalah ember khusus untuk menampung air masak? SEMUA ORANG PASTI AKAN MARAH.

Lalu aku bertanya,  "Apakah sebelumnya kau bertanya siapa pemilik ember ini?" dengan wajah memerah, wanita itu menatapku penuh tanda tanya lalu ia menjawab dengan tak acuh. "Aku tak tahu, tapi benda itu ada disana. "

Aku menatapnya dengan jijik. Sejak kapan ia tidak memiliki kosakata untuk benda yang ia pakai untuk menampung air mandinya 34 menit yang lalu? Aih, benar-benar tidak tahu malu. Aku melototinya dengan garang. Lalu suaraku berubah meninggi, udara panas menambah berton-ton amarahku, tanganku bahkan gemetaran karna menahan niat untuk tidak menonjok hidungnya.

Aku berdiri kaku dihadapan perempuan yang membuatku ingin bersikap bruntal sekali ini saja. Aku membentaknya cukup keras, " Apa kau pernah di ajari sopan santun hah?" mata perempuan itu membelalak kaget, ia menyapirkan tas selempang ditangannya. "Hey, itu cuma ember." ia memilin ujung-ujung tasnya, aku rasa ia gugup menghadapiku.

"Pergi dari sini atau aku akan membunuhmu." ancamanku memukul telak perutnya, ia pun minggat tapi masih meninggalkan beberapa gerutu yang membuatku merasa ia masih ingin war denganku.

Dengan tenang aku kembali melakukan aktifitas membersikan dapur dan lantai tetapi perempuan tak tahu malu itu terus mengomel seperti ia hendak mengigit lidahnya sendiri. Bahkan teman sekamarnya- aku berani bertaruh kalau temannya lebih tua daripada perempuan itu, ikut berkomentar seakan mereka memang pantas marah. Lalu perempuan itu memasuki kamar mandi dan membantik drum

Comments

Popular Posts